PKS Kota Bima

PKS Kota Bima
Menang Pemilu 2024

Minggu, 30 Juni 2024

Fenomena Demagog Pada Demokrasi Dalam Pemikiran Socrates

 

Socrates, filsuf  Yunani terkenal yang mengkritisi demokrasi yang lahir di tanah kelahirannya sendiri, Athena. Argumennya mengkritisi demokrasi didasarkan pada pandangannya bahwa jika sebagian besar masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk membuat keputusan politik yang bijak. Ia berpendapat bahwa keputusan politik yang baik harus didasarkan pada kebijaksanaan dan pengetahuan, bukan sekadar mayoritas suara.

Menurut Socrates, mayoritas rakyat tidak memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang cukup untuk memahami dan memutuskan kebijakan politik yang kompleks. Mereka cenderung dipengaruhi oleh penampilan dan janji-janji yang menyenangkan daripada argumen rasional dan bukti yang kuat.

Socrates berargumen bahwa memilih idealnya adalah berdasarkan keahlian atau ketrampilan bukan bukan berdasarkan intuisi acak. Permisalannya orang-orang minoritas yang memiliki keahlian mengkaji dan memahami program kerja setiap calon pemimpin dapat kalah dengan mayoritas orang-orang yang tidak paham, karena suara setiap orang terhitung satu.

Plato sang murid Socrates mengisahkan sang guru melakukan percakapan dengan seorang yang bernama Adeimantus. Socrates mengkritisi kekurangan demokrasi dan membandingkan Negara dengan kapal.

Socrates: "Jika Anda melakukan perjalanan melalui laut,  siapa yang pantas memutuskan siapa yang bertanggung jawab atas kapal? Semua orang atau Nahkoda yang paham pelayaran?"

Adeimantus: “Tentu saja Nahkoda”

Socrates: “Kenapa? Perjalanan Kapal saja kita harus memercayakan kepada yang ahli, apa lagi untuk sebuah Negara”

Socrates menggunakan analogi sederhana untuk menggambarkan bahayanya fenomena demagog pada pemilihan umum. Dia membandingkan pemilu dengan pemilihan antara seorang dokter dan seorang penjual permen. Dalam contoh ini, penjual gula-gula dapat dengan mudah menyesatkan masyarakat dengan janji-janji manis, sementara dokter yang menawarkan obat pahit namun menyembuhkan mungkin tidak dipilih karena masyarakat lebih menyukai sesuatu yang manis dan mudah diterima, meskipun berbahaya dalam jangka panjang.

Contoh ini mencerminkan kekhawatiran Socrates bahwa dalam sistem demokrasi, pemimpin yang tidak kompeten namun pandai berpidato dan menyenangkan massa bisa lebih mudah terpilih dibandingkan pemimpin yang bijaksana namun kurang populer. Hal ini mengarah pada potensi kepemimpinan yang tidak kompeten dan manipulatif, yang pada akhirnya merugikan masyarakat.

Penentangan Socrates terhadap demokrasi bukan bukan hanya pemikiran kosong semata dan terbukti dikemudian hari. Contoh-contoh seperti Adolf Hitler dan Benito Mussolini, yang naik ke tampuk kekuasaan melalui proses demokratis namun kemudian membawa bencana bagi negara mereka Jerman dan Italia, hal ini cukup jelas untuk mengilustrasikan kekhawatiran Socrates tentang bahaya demagogi pada demokrasi.

          Pada akhirnya, penentangan Socrates terhadap demokrasi dan kritiknya terhadap pemilu mengantarkannya ke pengadilan di Athena. Dia dituduh menyesatkan pemuda dan tidak menghormati dewa-dewa kota. Dewan juri yang terdiri dari 500 warga Athena memutuskan bahwa Socrates bersalah dan dia dihukum mati dengan cara meminum racun hemlock pada tahun 399 SM, kabarnya si hasil perolehan suaranya hanya beda tipis.

Pandangan Socrates tetap relevan dalam diskusi modern tentang demokrasi, kepemimpinan, dan pemilu. Kritiknya mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap potensi manipulasi dalam proses demokrasi dan pentingnya pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Agar masyarakat dapat membedakan diantara calon pemimpin mana yang penjual permen manis dan mana yang dokter yang mengobati dengan pil pahit.

 

Muhammad Fajar Meisutomo

(Mahasiswa Program S1 Universitas Mbojo Bima)

Selasa, 20 Juni 2023

MODAL PENTING PEMIMPIN DAN TOKOH KELAS DUNIA



 “Bila ingin sukses, bicaralah seperti orang sukses”.

Kutipan ini saya dapatkan di buku yang saat ini saya sedang baca atau lebih tepatnya sedang saya santap dengan lahap, judul bukunya “Bicara Itu Ada Seninya” terjemahan dari judul aslinya “The Secret Habits To Master Your Art Of Speaking” Karya Oh Su Hyang (Dosen & Pakar Komunikasi terkenal di Korsel).

Saya dari dulu memiliki kekurangan dalam hal public speaking, selalu ketika disuruh berbicara di depan public demam panggung pasti menyerang. Agar agak lebih lancar berbicara saya mesti melancarkannya terus jauh hari, dan sialnya atau mungkin merupakan sebuah berkah akhir-akhir ini sangat banyak kegiatan atau aktifitas dadakan yang memaksa saya untuk belajar dan memperbaiki cara berkomunikasi di depan publik. Membaca kutipan di atas seketika serasa seperti ada sebuah bom atom yang meledak di dalam dipikiran imajiner saya. “Oh iya ya, kenapa tidak mempelajari cara berpidato orang-orang besar di dunia, pembicara-pembicara besar kelas dunia, dan pemimpin-pemimpin Negara besar. Ini yang saya butuhkan selama ini”.

Lalu saya berselancar mencari dan menonton video pidato-pidato tokoh besar di Youtube seperti Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Presiden Turkiye Recep Tayip Erdogan,  Pendiri Aple Steve Jobs, Oprah Winfrey presenter acara The Oprah Winfrey Sow, Najwa Sihab pendiri Narasi, dr. Gamal Albinsaid Tokoh pembicara muda yang mendunia sekaligus Ketua Umum PKS Muda.

Dari beberapa nama di atas saya merekomendasikan anda untuk bisa mencoba mempelajari dan meniru cara berbicara orang-orang hebat ini mulai dari ritme nafas, gerak badan, pemilihan kata, mimik wajah, nada dan intonasi bicaranya. Ada banyak kesamaan cara mereka berbicara dengan cirikhas masing-masingnya, akan tetapi dari mereka ada satu kesamaan yang menonjol, yaitu setiap kali berbicara di depan public, mereka selalu ber-Storytelling. Ya ber-storytelling membawakan sebuah cerita pendek inspiratif, entah itu menceritakan mengenai kisah masa lalu mereka, kisah inspiratif orang lain, sejarah yang membangkitkan semangat, dll. Mereka menggunakan Storytelling untuk menguatkan penyampaian ide dan pemikiran yang ingin mereka sampaikan kepada publik dan agar lebih mudah diterima oleh publik. Saya melihat metode storytelling sangat ampuh dalam setiap public speaking, terbukti di setiap mereka yang membawakannya mampu menumbuhkan rasa simpatik dan menggerakkan hati banyak orang yang mendengarkan. Saya rasa ini adalah salah satu modal penting yang mesti dimiliki oleh calon tokoh besar kelas dunia dan mestinya politisi juga ya selain dari isi tas.

Terbukti dari Steve Jobs lewat storytelling yang disisipkan pada persentasi dan pidatonya mempunyai andil besar dalam membesarkan perusahaan-perusahaan dan namanya, dengan hal yang sama juga dilakukan Barack Obama seseorang kulit hitam menggetarkan jagat Amerika Serikat dan mengantarkannya sebagai seorang kulit hitam pertama yang menjadi presiden di Amerika Serikat, dan seseorang yang merubah sebuah Negara sekuler akut menjadi Negara kuat yang kearah Islamis Presiden Turkiye Recep Tayip Erdogan. Beliau ini ya (Erdogan) yang saya perhatikan hampir di setiap pidatonya dia menceritakan sejarah-sejarah yang inspiratif berkaitan dengan pidatonya untuk menguatkan penyampaian pidatonya.

Bukan hanya ampuh untuk personal branding saja bagi para politisi, storytelling adalah soft skill yang sangat bermafaat di kehidupan sehari-hari, juga untuk pertemuan bisnis bagi pembisnis , wawancara kerja bagi para pelamar kerja, berjualan bagi penjual, metode mengajar bagi dosen dan guru, penguatan motivasi bagi motivator, metode keren persentasi makalah atau skripsi bagi mahasiswa, dan bahan kampanye bagi para caleg biar nggak hanya biasa tebar janji-janji manis aja, ehem bercanda bapak ibu caleg sekalian (sungkem) dan masih banyak lagi manfaat lainnya dari storytelling.

Menutup tulisan sepele dan ringan ini, sebelumnya saya membukanya dengan kutipan kalimat, juga penutupnya dengan kutipan kalimat juga.

“Hidup akan berubah jika pemikiran berubah, hidup akan berubah jika perilaku berubah, dan sama seperti pemikiran dan perilaku juga hidup akan berubah menjadi besar dengan mengubah cara berbicara mengikuti orang-orang besar”.

 

Muhammad Fajar Meisutomo

Sekbid KP & Hukum DPD PKS Kota Bima

Rabu, 15 Februari 2023

Soal Larangan Jilbab Maskapai Plat Merah, Aleg PKS Dorong Komisi VI Panggil Dirutnya

 


Jakarta (13/02) — Kabar adanya maskapai penerbangan yang melarang pramugarinya berhijab saat bertugas mendapat perhatian khusus dari Anggota DPR Komisi VI dari Fraksi PKS, Nevi Zuairina.

Yang semakin menjadi perhatian adalah, imbuh Nevi, kasus larangan jilbab ini bersumber dari maskapai penerbangan plat Merah, milik negara.

Politisi PKS ini mengatakan, larangan penggunaan jilbab telah mengekang kebebasan. Padahal, lanjutnya, seragam awak kabin berjilbab tidak mengganggu keselamatan penerbangan sejauh desainnya benar, mudah dilepas bila dalam kondisi darurat.

“Kami di Komisi VI akan memanggil Dirut Garuda untuk menjelaskan persoalan ini. Siapapun tidak berhak melarang penggunaan jilbab, termasuk BUMN Garuda Indonesia. Memakai Jilbab adalah Hak Asasi Manusia, setiap orang punya hak untuk menjalankan keyakinannya dalam beragama,” tegas Nevi.

Legislator asal Sumatera Barat II ini menambahkan, Garuda Indonesia sebagai BUMN penerbangan kebanggaan Indonesia sudah seharusnya memfasilitasi awak kabin yang ingin menggunakan jilbab. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar sedunia, alangkah mirisnya jika BUMN penerbangan yang dimiliki terkesan mengekang para muslimah untuk berkarir dengan tetap menjalankan prinsip agamanya menggunakan jilbab.

“Jika faktor keamanan dan kenyamanan dijadikan alasan untuk tidak memperbolehkan pramugari berjilbab, tentunya maskapai semacam Saudi Arabian Airlines, Royal Brunei Airline, atau bahkan Sriwijaya Air pasti pramugarinya juga tidak akan berjilbab. Berkaca dari penerbangan internasional yang pramugarinya mengenakan jilbab, maskapai penerbangan itu baik-baik saja di mata konsumen seluruh dunia, bahkan mendapat apresiasi tentang pelayanan baiknya,” tutur Nevi.

Nevi menegaskan, Garuda Indonesia sudah seharusnya memfasilitasi penggunaan jilbab bagi awak kabin, melalui peraturan yang diberlakukan di dalam perusahaan. Garuda Indonesia harus menjalankan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam konstitusi Negara Republik Indonesia.

“Penggunaan jilbab merupakan salah satu keyakinan bagi muslimah yang dijamin kemerdekaannya oleh negara, hal itu tertuang dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 yang dinyatakan dengan tegas bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” tutup Nevi Zuairina.



Hanya FPKS Tolak RUU Kesehatan Jadi Inisiatif DPR, Pengelolaan Kesehatan Untungkan Asing dan Pemilik Modal

 


Jakarta — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan penolakan terhadap draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan untuk menjadi RUU Inisiatif DPR RI.

F-PKS menilai penyusunan RUU tentang Kesehatan harus dilakukan secara menyeluruh, teliti, dan melibatkan pemangku kepentingan terkait sehingga tidak ada pengaturan yang luput dan kontradiksi agar nantinya tidak menimbulkan kontroversi dan polemik. Karena itu, mewakili Fraksi PKS, Ansory Siregar memberikan sebelas catatan terhadap draf RUU tentang Kesehatan itu.

“Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menolak draf Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan untuk menjadi Rancangan Undang-Undang Inisiatif DPR RI,” ujar Ansory Siregar ketika membacakan pandangan Fraksi PKS terhadap RUU tentang Kesehatan dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-16 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Dalam menyusun RUU tentang Kesehatan, F-PKS menilai harus mencakup seluruh perbaikan dalam sistem Kesehatan Indonesia, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun sejumlah catatan yang diberikan F-PKS terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan. Pertama, F-PKS berpendapat bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi salah satu hak dasar masyarakat, yaitu mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas. Sehingga, perbaikan layanan kesehatan yang berkualitas harus menjadi prioritas dalam penyusunan draf RUU Kesehatan.

“Kedua, F-PKS berpendapat penyusunan RUU Kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus tidak boleh menyebabkan kekosongan pengaturan, kontradiksi pengaturan, dan juga harus memastikan partisipasi bermakna dalam penyusunan, mengingat banyaknya undang-undang yang akan terdampak dalam penyusunan RUU tentang Kesehatan tersebut. Ketiga, F-PKS berpendapat bahwa ada pengaturan dalam beberapa UU yang dihapuskan dalam draf RUU Kesehatan ini. Sehingga, hal tersebut menimbulkan kekosongan hukum,” tuturnya.

Keempat, F-PKS berpendapat dimunculkannya Pasal 395 pada RUU Kesehatan yang berbunyi Dalam hal pelaksanaan kegiatan penanggulangan wabah mengakibatkan kerugian harta benda pada masyarakat, Pemerintah Pusat harus memberikan ganti rugi, merupakan bentuk pelepasan tanggung jawab negara terhadap rakyat di masa sulit yaitu ketika wabah melanda. Lantaran dalam kondisi tersebut sangat mungkin rakyat akan kesulitan mengakses kebutuhan dasar, sehingga ganti rugi tidak akan menyelesaikan masalah rakyat saat itu.

“Frasa ganti rugi memungkinkan terjadinya penundaan atau pemenuhan kebutuhan yang tidak mencukupi, padahal saat itu penduduk yang kehilangan mata pencaharian tidak dapat membeli kebutuhan pokok. Selain itu, klausul tersebut juga beresiko multi-tafsir. Apakah kehilangan mata pencaharian atau penurunan pendapatan keluarga termasuk dalam kerugian harta benda? Jika ditafsirkan termasuk, maka negara akan menanggung beban yang berkali-kali lipat besarnya,” jelasnya.

Kelima, F-PKS berpendapat bahwa penugasan pemerintah kepada BPJS yang merupakan badan hukum publik yang bersifat independen, maka harus disertai dengan kewajiban pemerintah dalam pendanaannya.

“Keenam, F-PKS berpendapat, sangat tidak layak memasukkan klausul Asuransi Kesehatan komersial yang disandingkan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Asuransi komersial seharusnya memiliki aturan tersendiri yang tidak dihubungkan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Ketujuh, F-PKS berpendapat, terdapat beberapa konsepsi yang kurang tepat dalam RUU Kesehatan yang timbul dari keterburu-buruan dan kurang memperhatikan partisipasi masyarakat. Kedelapan, F-PKS berpendapat bahwa ada kerawanan dalam draf RUU Kesehatan pasal 236 mengenai tenaga medis dan tenaga Kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi,” jelasnya.

Kesembilan, F-PKS berpendapat bahwa di semua negara pengaturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri. Oleh karena itu, seharusnya draf RUU Kesehatan ini tidak menghapus materi pengaturan profesi-profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

“Kesepuluh, F-PKS berpendapat bahwa anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia. Terakhir, kesebelas, F-PKS berpendapat, RUU berpotensi mengarahkan pengelolaan kesehatan rakyat Indonesia kepada mekanisme pasar yang cenderung menguntungkan pemilik modal,” pungkasnya.



Masih Perlukah Berpositive Thinking Dalam Mewujudkan Keinginan?



Oleh:
Muhammad Fajar Meisutomo

 (Gen Z, Sekbid Hukum & Kebijakan Publik DPD PKS Kota Bima)

Sering mendengarkan kata-kata ini di seminar motivasi Multi Level Marketing atau yang lebih akrab di telinga kita MLM? Contoh kata-kata optimis:“harus positif thinking, tidak boleh pesimis” , “dulu saya miskin, tapi karena modal optimis saya menjadi kaya”, “Optimis optimis optimis, sukses sukses sukses, kaya kaya kaya”, “Pesimis mengundang kesialan, sedangkan optimis mengundang kesuksesan” ,“Aku biisa aku pasti biisa” yang terakhir lirik lagu iklan susu anak. Sedangkan contoh kata sebaliknya (negative thinking) seperti “Ah nggak mau coba, palingan entar gagal lagi”, “aku malas belajar, palingan ujung-ujungnya nyontek juga”, “Enggak mungkin bisa” dll.

Semua kalimat berjenis Positive Thinking di atas mewakili para pembaca banget ya? “Ya! Aku si Optimis, si paling Positive Thingking!”. 

Tapi apakah pada kenyataannya sebenarnya selalu berpikir positif bisa menjadi solusi dari seluruh permasalahan hidup agar menjadi baik dan dapat mengusir kesialan seperti motivasi-motivasi di atas atau sejenisnya? Atau malah kebalikannya dan jauh dari pikiran positif yang kita yakini selama ini.
Pada penelitian Ilmu Psikologi terbaru Positive thinking cendrung lebih sering berujung pada hasil yang buruk. Gabriele Oettingen menerangkan pada artikelnya “The Problem With Positive Thingking” di The New York Times menerangkan bahwa hanya berpikiran positif malahan acapkali menghalangi banyak orang dalam mencapai kesuksesan. Dalam sejumlah percobaan yang telah dilakukan, mereka (peserta) yang kerap kali mempraktikkan Positive Thinking untuk meraih kesuksesan dalam mewujudkan keinginannya  sering kali berujung pada kegagalan atau lebih buruk, karena Positive Thinking mengelabui pikiran mereka, mereka menghayal seakan telah berada pada posisi kesuksesan mewujudkan keinginannya. sehingga membuat mereka para peserta yang menerapkan pikiran positif malas atau mengabaikan bagaimana cara berusaha menghadapi hambatan-hambatan yang ada dalam proses meraih kesuksesan.

“Berarti pesimis (negative thinking) lebih baik dari Positive Thinking dong? Lebih realistis gitu loh”, tidak juga begitu ya, sama saja. Terlalu pesimis juga menghalangi sesorang dalam mencoba atau memulai sesuatu untuk mewujudkan keinginannya.
Lanjut membahas artikel “The Problem With Positive Thinking”, Gabriele Oettingen memberi solusi yang lebih baik dari positive thinking yaitu mengkolaborasikan positive thinking menghayalkan keinginan kita telah menjadi nyata dengan memikirkan hambatan-hambatan apa saja yang mungkin akan menghalangi kita dalam mewujudkan keinginan kita. Cara ini Gabriele Oettingen dan rekannya menyebutnya “mental contrasting”.

Penelitian mereka memberikan hasil kelompok peserta percobaan yang mempraktikan “mental contrasting” dapat mewujudkan keinginan mereka dibandingkan dengan kelompok peserta yang hanya mengandalkan positive thinking saja atau negative thinking.

Jadi, sangat wajar apabila sering kali hidup tidak berjalan seperti apa yang direncanakan, jika terus memaksakan diri ber-positive thinking, dikhawatirkan kita akan terjebak dalam toxic positivity untuk menghindari emosi negatif (sedih, marah, kecewa) padahal emosi negatif dibutuhkan agar tubuh dan pikiran beradaptasi mengenali dan mengingat situasi tersebut, sehingga tubuh kita dapat mempersiapkan semua hal untuk situasi yang serupa yang akan datang dan menjaga diri lebih baik lagi.

Dan kita tidak perlu memaksakan diri berpikir bahwa semuanya akan berjalan seperti lirik lagu Bondan Prakoso “cause everythings gona be okay”, manusia tempatnya salah dan kegagalan yang berarti hal itu adalah manusiawi. Malah dari salah dan kegagalan tersebut kita dapat mengevaluasi agar dapat menjadi lebih baik lagi ke depannya. “Mental Contrasting” dapat menjadi solusi untuk para pembaca dalam proses awal memulai sebuah langkah mewujudkan keinginan para pembaca, karena jika penghambat-penghambat dalam proses telah dipersiapkan bagaimana cara menghadapinya, maka minimal kita tidak akan syok dan dapat melanjutkan proses mewujudkan keinginan kita.

akhir kata dari saya penulis, semoga para pembaca dimudahkan dalam mewujudkan kesuksesannya masing-masing, aamiin.

Rujukan:

Manampring, Henry.2018.FILOSOFI TERAS : Filsafat Yunani-Romawi Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini.Jakarta:PT Kompas Media Nusantara

https://www.nytimes.com/2014/10/26/opinion/sunday/the-problem-with-positive-thinking.html
https://www.alodokter.com/mengenal-lebih-jauh-tentang-toxic-positivity


 




 

Selasa, 07 Februari 2023

Pemuda Berpolitik dan Arah Keberpihakannya

 



 “Politics is Who Gets What, When, and How (Harold D. Lasswell)

Praktik politik Indonesia saat ini sudah cukup tergambarkan oleh pendapat Harold D. Lasswel yaitu Politik adalah soal siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana caranya dalam bukunya yang berjudul Who Gets What, When, How.

Sudah jelas suara kita anak muda yang sekitar 190 juta ini sangat menggiurkan dan tentunya akan diperebutkan untuk mendapatkan kemenangan (kekuasaan) pada kontestasi Pemilu 2024 nanti melalui sosial media. Nampaknya memang hal ini sudah dimulai dan saya memprediksi akan semakin terlihat dipertengahan tahun 2023 ini. Maka dari itu anak muda jangan lagi hanya menjadi Objek melainkan harus menjadi Subjek.

Kita anak muda sering kali dengan mudah terseret dalam permainan, kita dirayu oleh tiap kubu pendukung calon untuk percaya diri menunjukan identitas sebagai pendukung yang kita sebut saja misalnya calon A, kemudian terperdaya untuk tidak malu-malu menjatuhkan calon B (begitupun sebaliknya). Tanpa sadar kita anak muda sering dimanfaatkan dan hanya ikut-ikutan pasang badan menjadi pasukan berani mati untuk calon A atau calon B, tanpa tahu dengan jelas bahwa calon yang akan kita dukung membawa kepentingan apa, track recordnya bagaimana, apakah baik untuk kita atau tidak. Mestinya semua itu harus kita anak muda perhatikan.

Dan ruwetnya (baca: tidak sehat) perpolitikan di Indonesia menambah suasana banyaknya Pemuda yang apatis (hanya ikut-ikutan saja mendukung, netral, atau golput) pada perpolitikan. Padahal ditengah kemudahan dan percepatan laju pertukaran informasi yang memang menjadi bagian hidup anak muda. Harusnya anak dapat menentukan keberpihakannya melalui proses pengumpulan informasi dan kritis menganalisa informasi yang sudah dikumpulkan serta dipadukan berdasarkan sudut pandang setiap calon. Lalu kemudian analisa tersebut diekstrak dalam bentuk menentukan pilihan, sehingga menjadikan kita anak muda tidak hanya ikut-ikutan dan fanatik, tetapi juga jelas keberpihakan arahnya ke mana.

Kita sudah memasuki tahun politik 2023 dan sebentar lagi 2024. Anak muda haruslah berani keluar dari zona nyaman, pelajari pengetahuan politik dan sejarahnya tidak hanya di Indonesia, melainkan juga dunia. Agar kita sebagai anak muda pada saat menentuka pilihan calon A ataukah calon B dapat lebih dalam dan tajam dalam proses menganalasa apakah arah keberpihakan mereka (partai dan calonnya) hanya pada mereka saja atau kita dan Indonesia yang lebih baik.

Penulis,
Muhammad Fajar Meisutomo

(Gen Z, Sekertaris Bidang Hukum & Kebijakan Publik DPD PKS Kota Bima)

 

Minggu, 05 Februari 2023

PKS Kunjungi DPP Nasdem, Bahas Kekondusifan Jelang Pemilu 2024

 

Rombongan pimpinan PKS dipimpin Wakil Ketua Majelis Syura PKS Mohamad Sohibul Iman dan Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi berkunjung ke DPP Partai Nasdem (Fathur/PKSFoto)


Jakarta-- Pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bertandang ke kantor DPP Nasdem, bertempat di Nasdem Tower Jakarta, Jumat (3/2/2022). 

Rombongan pimpinan PKS dipimpin Wakil Ketua Majelis Syura PKS Mohamad Sohibul Iman dan Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi, yang disambut langsung Wakil Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya dan Ketua DPP Partai NasDem Sugeng Suparwoto dan melakukan pertemuan tertutup dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. 

Dalama konferensi pers, Wakil Ketua Majelis Syura PKS Mohamad Sohibul Iman menyebut, pertemuan antara petinggi PKS dan Nasdem membahas tentang situasi politik jelang Pemilu. 

"Kami mendiskusikan terkait situasi politik yang semakin dinamis, kami bertekad dinamika politik yang semakin meningkat ini harus kita jaga bersama sama agar tetap jadi politik yang stabil, kondusif, sehingga perhelatan demokrasi kedepan adalah demokrasi yang rasional dan konstitusional," ucap Sohibul. 

Pertemuan antara PKS dengan Nasdem tutur Sohibul tak hanya terkait dinamika internal bakal Koalisi Perubahan. Namun, juga soal politik kenegaraan, termasuk menjamin agar Pemilu 2024 berlangsung secara adil.

"Jadi betul-betul ini obrolan yang saya sebut sebagai high politic, hal-hal yang menyangkut kehidupan dan kami bertekad bahwa dinamika politik yang semakin terlihat meningkat ini harus kita jaga bersama-sama ya agar stabil, kondusif, rasional dan juga konstitusional," kata dia.

Terkait tidak hadirnya Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Sohibul Iman menyebut Syaikhu dalam kondisi kurang sehat sehabis menunaikan ibadah umroh. 

"Semula rombongan PKS ini akan dipimpin oleh Presiden PKS, yaitu Bapak Ahmad Syaikhu tetapi beliau ini kemarin menunaikan ibadah umroh dan diinformasikan tadi beliau kakinya sakit, jadi beliau meminta izin kepada untuk tidak ikut," tutur Sohibul. 

Dalam kunjungan ke DPP Nasdem Rombongan PKS dipimpin oleh Wakil Ketua Majelis Syura PKS Mohamad Sohibul Iman. Turut hadir, Sekretaris Jendral DPP PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi, Ketua DPP PKS Bidang Polhukam Al Muzzammil Yusuf, Wasekjen DPP PKS Arfian dan Ketua KSP DPP PKS Pipin Sopian

Sumber : DPP PKS